CIJULANG NGADEG KU ANJEUN
https://www.pangandarannews.com/2016/10/cijulang-ngadeg-ku-anjeun.html
CIJULANG - "Cijulang Ngadeg Ku Anjeun" merupakan satu ungkapan para orang tua dahulu yang kini mulai terlihat kebenarannya ibarat sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.
Babad karuhun orang Cijulang berasal dari daerah Kedungrandu Banyumas jawa tengah, bernama Nini Gede Aki Gede dengan empat bersaudaranya. Pertama, Sembah Jangpati (berkuasa di Ciamis), Sembah Jangraga (berkuasa di Karang Simpang), Sembah Jangsinga (berkuasa di Panjalu), dan keempat Sembah Janglangas (berkuasa di Cijulang), semuanya putra dari Sunan Raja Mandala,
Seperti diceritakan tokoh budaya Cijukang, Tatang, Nini Gede Aki Gede memiliki seorang putri yang cantik rupawan dan jadi tambatan hati Kanjeng Sinuhun penguasa (raja) di Banyumas. Namun saat itu oleh Nini Gede Aki Gede, anaknya tidak diijinkan untuk dipinang oleh Kanjeng Sinuhun tersebut, sehingga Nini Gede Aki Gede beserta keluarganya pun diusir dari tanah Banyumas.
Keluarga Nini Gede Aki Gede pun lalu berkelana ke arah barat beserta keluarga dan sanak saudaranya. Mereka pun hu8ngga menyeberangi sungai (sekarang disebutlah hanjatan Cimanganti) dan tinggal di suatu tempat dengan membuat sebuah rumahsatu bale satu surau/masjid (disebutlah Padepokan Karasanbaya).
Lama kelamaan Nini Gede Aki Gede berpikir merasa khawatir padepokannya akan diketahui oleh Kangjen Sinuhun. Maka ia pun menyuruh anak pertamanya Sang Prabu Lawangjagang untuk tinggal di padepokan tersebut yang terkenal dengan sebutan Kawasan. Sementara ia sendiri beserta keluarga lainnya terus melanjutkan pengembaraan ke arah barat, lalu ke selatan. Di satu tempat pun ia sempat ngaso (istirahat) dan sekrang tempat istiraha tersebur dinamakan Cikaso. Di situ ia membuat sebuah rumah-satu bale (terkenal dengan Sukalembah). Di Sukalembah ditinggalkan seorang anak bernama Mangun Naha Mana Manggala. Lalu Nini Gede Aki Gede pun menlanjutkan perkelanaannya lagi.
Di Bojonglekor, ia menyimpan satu putra bernama Sang Prabu Mangun Ciker dengan dibuatkan satu rumah-satu bale. Kemudian ke Bubulak Karangsimpang dengan satu rumah-satu bale. Lalu pergi lagi hingga buatannya, di tempat baru ini satu rumah-satu bale ditambah satu sumur disebut Daerah Binangun.
Nini Gede Aki Gede pun melanjutkan perjaklanannya meninggalkan Binangun untuk mencari daerah baru sebagai tempat untuk bermukim di Nagarawati, karena tidak lahan kosong, ia pun memutuskan untuk kembali ke Binangun.
Dalam perjalanannya, Nini Gede dan Aki gede Kemudian terus berjalan hingga ke Bojongmalang, Sarakan, Cikadu, Cikawao, Cikagenah, Cipatahunan dan Gurago. Di Gurago Nini Gede Aki Gede menetapkan penghulu, kholifah dan perangkat-perangkatnya. Stelah itu ia Lalu pergi ke Cigugur.
Dikisahkan pula, Beberapa tahun kemudian Nini Gede Aki Gede dipanggil Raja Sukapura Dalem Tamela untuk dimintai anaknya yang sudah dinikahkan sebelumnya, alkisah permintaan tersebut sampai tujuh kali datangnya. Hingga pada akhirnya permintaan tersebut dikabulkan dengan memberikan suatu wilayah kekuasaan kepada mantan menantunya dengan pemberian gelar Sembah Ragasang dan diperbolehkan membawa sembilan kuren keluarga.
Pergilah Sembah Ragasang beserta keluarganya ke arah barat mengikuti jejak air mengalir, dan tiba di Panjalu kemudian ke Ciamis menemui saudara ibunya yang bernama Jang Pati, lalu terus ke arah barat menuju belantara hutan. Di sana lahirlah Sembah Ragadimulya. Perjalanan pun lalu dilanjutkan ke selatan, di Mandala, Karangnini dan Jajaway.
“Demikian dikisahkan (cukcrukan galur sasakala) Cijulang, jika disimpulkan, karena Nini Gede Aki Gede bolak-balik bagaikan air balikan di muara sungai. Tanda (ciri)-nya kalau sekarang adalah cai mulang (di Cijulang) yang terbendung air laut di sekitar Sungai Haurseah sebelah selatan, “Abah Kundil sapaan Tatang.
Pada akhirnya sungai inilah yang akan menjadi tulang punggung dan sumber kehidupan masyarakat setempat seperti peradaban sungai nil , tigris dan sungai eufrat di timur tengah. Sungai Cijulang melindungi sendi-sendi kehidupan masyarakat . Pertanian, perkebunan, perikanan, transportasi, peternakan dan tentunya pariwisata.
Semua aspek bermuara pada satu sentral penunjang, sungai Cijulang yang kini terkenal dengan pariwisata Cukang Taneuh (Green Canyon). Transfortasi Udara di Nusawiru pun kini mulai ditata untuk kedepannya menjadi Bandara Internasional sebagai bukti kemajuan yang mulai terwujud di Cijulang.
“Jadi jelas apa yang dikatakan orang tua dulu sudah mulai nampak kebenaran nya lewat Uga dalam cerita Babad Cijulang, “pungkas Tatang. (AGE).
Babad karuhun orang Cijulang berasal dari daerah Kedungrandu Banyumas jawa tengah, bernama Nini Gede Aki Gede dengan empat bersaudaranya. Pertama, Sembah Jangpati (berkuasa di Ciamis), Sembah Jangraga (berkuasa di Karang Simpang), Sembah Jangsinga (berkuasa di Panjalu), dan keempat Sembah Janglangas (berkuasa di Cijulang), semuanya putra dari Sunan Raja Mandala,
Seperti diceritakan tokoh budaya Cijukang, Tatang, Nini Gede Aki Gede memiliki seorang putri yang cantik rupawan dan jadi tambatan hati Kanjeng Sinuhun penguasa (raja) di Banyumas. Namun saat itu oleh Nini Gede Aki Gede, anaknya tidak diijinkan untuk dipinang oleh Kanjeng Sinuhun tersebut, sehingga Nini Gede Aki Gede beserta keluarganya pun diusir dari tanah Banyumas.
Keluarga Nini Gede Aki Gede pun lalu berkelana ke arah barat beserta keluarga dan sanak saudaranya. Mereka pun hu8ngga menyeberangi sungai (sekarang disebutlah hanjatan Cimanganti) dan tinggal di suatu tempat dengan membuat sebuah rumahsatu bale satu surau/masjid (disebutlah Padepokan Karasanbaya).
Lama kelamaan Nini Gede Aki Gede berpikir merasa khawatir padepokannya akan diketahui oleh Kangjen Sinuhun. Maka ia pun menyuruh anak pertamanya Sang Prabu Lawangjagang untuk tinggal di padepokan tersebut yang terkenal dengan sebutan Kawasan. Sementara ia sendiri beserta keluarga lainnya terus melanjutkan pengembaraan ke arah barat, lalu ke selatan. Di satu tempat pun ia sempat ngaso (istirahat) dan sekrang tempat istiraha tersebur dinamakan Cikaso. Di situ ia membuat sebuah rumah-satu bale (terkenal dengan Sukalembah). Di Sukalembah ditinggalkan seorang anak bernama Mangun Naha Mana Manggala. Lalu Nini Gede Aki Gede pun menlanjutkan perkelanaannya lagi.
Di Bojonglekor, ia menyimpan satu putra bernama Sang Prabu Mangun Ciker dengan dibuatkan satu rumah-satu bale. Kemudian ke Bubulak Karangsimpang dengan satu rumah-satu bale. Lalu pergi lagi hingga buatannya, di tempat baru ini satu rumah-satu bale ditambah satu sumur disebut Daerah Binangun.
Nini Gede Aki Gede pun melanjutkan perjaklanannya meninggalkan Binangun untuk mencari daerah baru sebagai tempat untuk bermukim di Nagarawati, karena tidak lahan kosong, ia pun memutuskan untuk kembali ke Binangun.
Dalam perjalanannya, Nini Gede dan Aki gede Kemudian terus berjalan hingga ke Bojongmalang, Sarakan, Cikadu, Cikawao, Cikagenah, Cipatahunan dan Gurago. Di Gurago Nini Gede Aki Gede menetapkan penghulu, kholifah dan perangkat-perangkatnya. Stelah itu ia Lalu pergi ke Cigugur.
Dikisahkan pula, Beberapa tahun kemudian Nini Gede Aki Gede dipanggil Raja Sukapura Dalem Tamela untuk dimintai anaknya yang sudah dinikahkan sebelumnya, alkisah permintaan tersebut sampai tujuh kali datangnya. Hingga pada akhirnya permintaan tersebut dikabulkan dengan memberikan suatu wilayah kekuasaan kepada mantan menantunya dengan pemberian gelar Sembah Ragasang dan diperbolehkan membawa sembilan kuren keluarga.
Pergilah Sembah Ragasang beserta keluarganya ke arah barat mengikuti jejak air mengalir, dan tiba di Panjalu kemudian ke Ciamis menemui saudara ibunya yang bernama Jang Pati, lalu terus ke arah barat menuju belantara hutan. Di sana lahirlah Sembah Ragadimulya. Perjalanan pun lalu dilanjutkan ke selatan, di Mandala, Karangnini dan Jajaway.
“Demikian dikisahkan (cukcrukan galur sasakala) Cijulang, jika disimpulkan, karena Nini Gede Aki Gede bolak-balik bagaikan air balikan di muara sungai. Tanda (ciri)-nya kalau sekarang adalah cai mulang (di Cijulang) yang terbendung air laut di sekitar Sungai Haurseah sebelah selatan, “Abah Kundil sapaan Tatang.
Pada akhirnya sungai inilah yang akan menjadi tulang punggung dan sumber kehidupan masyarakat setempat seperti peradaban sungai nil , tigris dan sungai eufrat di timur tengah. Sungai Cijulang melindungi sendi-sendi kehidupan masyarakat . Pertanian, perkebunan, perikanan, transportasi, peternakan dan tentunya pariwisata.
Semua aspek bermuara pada satu sentral penunjang, sungai Cijulang yang kini terkenal dengan pariwisata Cukang Taneuh (Green Canyon). Transfortasi Udara di Nusawiru pun kini mulai ditata untuk kedepannya menjadi Bandara Internasional sebagai bukti kemajuan yang mulai terwujud di Cijulang.
“Jadi jelas apa yang dikatakan orang tua dulu sudah mulai nampak kebenaran nya lewat Uga dalam cerita Babad Cijulang, “pungkas Tatang. (AGE).