PENJUALAN LKS DI SEKOLAH BEBANI ORANG TUA SISWA
https://www.pangandarannews.com/2017/02/penjualan-lks-di-sekjolah-bebani-orang.html
CIJULANG - Penjualan atau pengadaan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang direkomendasikan pihak sekolah hingga kini masih tetap diperjual belikan hampir di tiap sekolah. Walau hal tersebut dilarang, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 8 Tahun 2016, tapi kegiatan tersebut tetap marak.
Pelarangan ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2008 tentang larangan tenaga pendidik baik, guru, disdik, pemda secara langsung maupun tidak langsung menjual atau menjadi distributor buku sekolah baik buku paket maupun LKS
Tapi seperti yang terjadi di salah satu SMP Negeri di kabupaten Pangandaran, secara tidak langsung pihak sekolah “memaksa” siswanya untuk membeli LKS tersebut dengan harga Rp 85 ribu untuk 11 mata pelajaran.
“Cara pembayarannya bisa dicicil sesuai kemampuan kita. “ungkap salah satu orang tua murid yang tidak mau disebutkan namanya.
Masih kata orang tua siswa tersebut, walau pun bisa dicicil, tapi tetap harus dibayar. Artinya, wajib belajar 12 tahun atau program pendidikan gratis yang digulirkan Pemerintahan Kabupaten Pangandaran, ternyata masih ada yang harus dibayar siswa walau pun berbentuk pembelian buku.
“Apakah BOS tidak termasuk untuk pembelian buku pelajaran sekolah ?”tanyanya.
Ia menambahkan, padahal sekolah harus punya inisiatif, seperti memperbanyak LKS dengan cara diphoto copy sehingga biayanya pun akan lebih ringan dibanding dengan membeli .
“Mungkin untuk yang punya uang Rp 85 ribu itu kecil, tapi bagi saya ini menjadi beban." tambahnya.
Sementara itu Kepala Bidang Dikdas di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran, Dodi Djubardi,S.Pd saat ditemui di ruang kerjanya mengaku, pihaknya baru tahu adanya penjualan LKS tersebut, sementara, menurutnya, ia tidak pernah merekomendasikan hal itu.
"Kami sebenarnya kurang setuju bila ada sekolah atau guru dalam kegiatan belajar mengajar terfokus pada LKS", jelasnya. (01/02).
Menurutnya lagi, ia akan segera melakukan koordinasi masalah ini langsung kepada para pengawas SMP se-Kabupaten Pangandaran dan seluruh Kepala Sekolah agar secepatnya bisa ditindaklanjuti.
"Kami dari Disdikpora Kabupaten Pangandaran punya program untuk bisa meringankan beban orang tua murid dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan untuk siswa dan kami juga sangat mendukung program pendidikan gratis sebagaimana yang dicanangkan Pemerintahan Kabupaten Pangandaran", pungkasnya. (AGE)
Pelarangan ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2008 tentang larangan tenaga pendidik baik, guru, disdik, pemda secara langsung maupun tidak langsung menjual atau menjadi distributor buku sekolah baik buku paket maupun LKS
Tapi seperti yang terjadi di salah satu SMP Negeri di kabupaten Pangandaran, secara tidak langsung pihak sekolah “memaksa” siswanya untuk membeli LKS tersebut dengan harga Rp 85 ribu untuk 11 mata pelajaran.
“Cara pembayarannya bisa dicicil sesuai kemampuan kita. “ungkap salah satu orang tua murid yang tidak mau disebutkan namanya.
Masih kata orang tua siswa tersebut, walau pun bisa dicicil, tapi tetap harus dibayar. Artinya, wajib belajar 12 tahun atau program pendidikan gratis yang digulirkan Pemerintahan Kabupaten Pangandaran, ternyata masih ada yang harus dibayar siswa walau pun berbentuk pembelian buku.
“Apakah BOS tidak termasuk untuk pembelian buku pelajaran sekolah ?”tanyanya.
Ia menambahkan, padahal sekolah harus punya inisiatif, seperti memperbanyak LKS dengan cara diphoto copy sehingga biayanya pun akan lebih ringan dibanding dengan membeli .
“Mungkin untuk yang punya uang Rp 85 ribu itu kecil, tapi bagi saya ini menjadi beban." tambahnya.
Sementara itu Kepala Bidang Dikdas di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran, Dodi Djubardi,S.Pd saat ditemui di ruang kerjanya mengaku, pihaknya baru tahu adanya penjualan LKS tersebut, sementara, menurutnya, ia tidak pernah merekomendasikan hal itu.
"Kami sebenarnya kurang setuju bila ada sekolah atau guru dalam kegiatan belajar mengajar terfokus pada LKS", jelasnya. (01/02).
Menurutnya lagi, ia akan segera melakukan koordinasi masalah ini langsung kepada para pengawas SMP se-Kabupaten Pangandaran dan seluruh Kepala Sekolah agar secepatnya bisa ditindaklanjuti.
"Kami dari Disdikpora Kabupaten Pangandaran punya program untuk bisa meringankan beban orang tua murid dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan untuk siswa dan kami juga sangat mendukung program pendidikan gratis sebagaimana yang dicanangkan Pemerintahan Kabupaten Pangandaran", pungkasnya. (AGE)