Direksinya “Alergi” Wartawan ? PT. PECU JAUH DENGAN WARGA SEKITAR PABRIK
https://www.pangandarannews.com/2017/06/direksinya-alergi-wartawan-disesalkan.html
SIDAMULIH - PT Pacifik Easteren Coconut Utama (PECU) yang berada di Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran , merupakan salah satu penyumbang untuk sektor ekonomi lokal, dalam hal employments, langsung atau tidak langsung dari penciptaan industri pengolahan kelapa di wilayah Pangandaran yang hingga saat ini sudah memperkerjakan sekitar 780 karyawan asli pribumi.
Namun sangat disayangkan, kebesaran industri berskala nasional ini tidak dibarengi dengan kesediaan Sumber Daya Manusia (SDM) pimpinan tersebut untuk bisa bersosialisasi dengan warga lain di sekitar area pabrik.
Tidak hanya itu, PT Pecu juga terkesan sangat tertutup dalam menjalin komunikasi saat beberapa awak media ingin mengetahui keberadaan, kegiatan dan ingin mengetahui dampak dari pabrik yang menghasilkan santan kering ini.
Seperti diketahui, selama ini aktivitas produksi di PT Pecu telah mencemari aliran sungai Citonjong, yang mengakibatkan sungai tersebut berwarna hitam dan berbau.
Malah, menurut salah seorang warga, sungai yang tadinya banyak sekali ikannya, sekarang biota air seperti ikan, kepiting dan udang tersebut sudah tidak nampak lagi.
Tidak kooperatifnya PT Pecu terhadap wartawan, seperti diungkapkan salah seorang wartawan mingguan, Agus Halim, ia sangat kecewa dengan sikap pimpinan perusahaan Pecu terutama bagian humas yang seharusnya bisa memberikan penjelasan yang terang agar masalah yang ada bisa diposisikan sebagaimana mestinya.
Sudah lima kali, menurut Agus, ia datang ke bagian humas (Roni-red) untuk komfirmasi berita tentang pencemaran sungai citonjong, tapi setiap kali kesana selalu beralasan sedang keluar, meeting atau alasan lainnya.
“Saat ditelepon via telepon celullernya sering tidak aktif dan kalau pun aktip tidak pernah diangkat. “imbuh Agus.
Padahal selama ini kedatangannya hanya ingin konfirmasi tentang isu yang beredar di warga sekitar, pabrik Pecu sudah mencemari air sungai dan air sumur warga.
“Niat saya baik kok, saya perlu tanggapan dari PT Pecu agar berita yang saya tulis bisa berimbang, tapi karena kenyataan seperti ini, ya maaf saja saya menulis berita hanya dari satu sumber saja, dari warga sekitar pabrik.", jelas Agus
Hal senada dikatakan Juhandi (50), warga Dusun Ciokong Desa Sukaresik dan Tata (45) warga Desa Cikembulan. Menurut mereka, perusahaan PT.Pecu terutama pimpinannya memang tidak pernah bersosialisasi dengan memasyarakat warga sekitar pabrik, terkesan angkuh dan susah ditemui.
"Entah kenapa, jangankan wartawan yang tidak mereka kenal, warga pun susah jika ingin bertemu pimpinan perusahaan dan memang betul direksi PT Pecu tidak dekat dengan warga. “tegas mereka.
Warga pun berharap, pihak PT.Pecu bisa lebih dekat dengan warga. Jadi, kalau ada apa apa, seperti masalah pencemaran sungai Citonjong dan sumur-sumur, warga hanya butuh kejelasan serta normalisasi.
“Lagi pula apa ruginya sih dekat dengan masyarakat. “ungkap Jahidin. (AGE)
Namun sangat disayangkan, kebesaran industri berskala nasional ini tidak dibarengi dengan kesediaan Sumber Daya Manusia (SDM) pimpinan tersebut untuk bisa bersosialisasi dengan warga lain di sekitar area pabrik.
Tidak hanya itu, PT Pecu juga terkesan sangat tertutup dalam menjalin komunikasi saat beberapa awak media ingin mengetahui keberadaan, kegiatan dan ingin mengetahui dampak dari pabrik yang menghasilkan santan kering ini.
Seperti diketahui, selama ini aktivitas produksi di PT Pecu telah mencemari aliran sungai Citonjong, yang mengakibatkan sungai tersebut berwarna hitam dan berbau.
Malah, menurut salah seorang warga, sungai yang tadinya banyak sekali ikannya, sekarang biota air seperti ikan, kepiting dan udang tersebut sudah tidak nampak lagi.
Tidak kooperatifnya PT Pecu terhadap wartawan, seperti diungkapkan salah seorang wartawan mingguan, Agus Halim, ia sangat kecewa dengan sikap pimpinan perusahaan Pecu terutama bagian humas yang seharusnya bisa memberikan penjelasan yang terang agar masalah yang ada bisa diposisikan sebagaimana mestinya.
Sudah lima kali, menurut Agus, ia datang ke bagian humas (Roni-red) untuk komfirmasi berita tentang pencemaran sungai citonjong, tapi setiap kali kesana selalu beralasan sedang keluar, meeting atau alasan lainnya.
“Saat ditelepon via telepon celullernya sering tidak aktif dan kalau pun aktip tidak pernah diangkat. “imbuh Agus.
Padahal selama ini kedatangannya hanya ingin konfirmasi tentang isu yang beredar di warga sekitar, pabrik Pecu sudah mencemari air sungai dan air sumur warga.
“Niat saya baik kok, saya perlu tanggapan dari PT Pecu agar berita yang saya tulis bisa berimbang, tapi karena kenyataan seperti ini, ya maaf saja saya menulis berita hanya dari satu sumber saja, dari warga sekitar pabrik.", jelas Agus
Hal senada dikatakan Juhandi (50), warga Dusun Ciokong Desa Sukaresik dan Tata (45) warga Desa Cikembulan. Menurut mereka, perusahaan PT.Pecu terutama pimpinannya memang tidak pernah bersosialisasi dengan memasyarakat warga sekitar pabrik, terkesan angkuh dan susah ditemui.
"Entah kenapa, jangankan wartawan yang tidak mereka kenal, warga pun susah jika ingin bertemu pimpinan perusahaan dan memang betul direksi PT Pecu tidak dekat dengan warga. “tegas mereka.
Warga pun berharap, pihak PT.Pecu bisa lebih dekat dengan warga. Jadi, kalau ada apa apa, seperti masalah pencemaran sungai Citonjong dan sumur-sumur, warga hanya butuh kejelasan serta normalisasi.
“Lagi pula apa ruginya sih dekat dengan masyarakat. “ungkap Jahidin. (AGE)