WARGA TASIK KELUHKAN HILANGNYA FUNGSI TROTOAR UNTUK PEJALAN KAKI
https://www.pangandarannews.com/2019/01/warga-keluhkan-hilangnya-fungsi-trotoar.html
TASIK NEWS-Dengan mengatasnamakan “masyarakat kecil”, terkadang orang lupa pada kepentingan dan hak orang lainnya. Berjualan di trotoar jalan yang berfungsi untuk pejalan kaki, seakan menjadi hak para pedagang kaki lima untuk menggelar dagangannya, padahal sejatinya trotoar dibangun untuk pejalan kaki.
Sudah menjadi pemandangan sehari-hari hampir di seluruh kota, trotoar tersebut memang sudah beralih fungsi sering dijadikan alternatif bagi pedagang kaki lima untuk berdagang.
Adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 45, definisi trotoar adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas. Pada pasal 131 diatur bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain, napaknya nampaknya tidak cukup untuk membuat para pedagang takut melanggar pemakaian trotoar. Sedangkan di PP 34 Tahun 2006, pelarangan penggunaan trotoar disebutkan juga dalam pasal 34 ayat (4) yang mengatakan, trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Hampir di sepanjang jalan depan mesjid Agung Kota Tasikmalaya hingga ke jalan H.Z. ustofa yang merupakan pusat perekonomian dan jantung kota, kini trotoar sudah kehilangan fungsi untuk para pejalan kaki, karena seluruhnya sudah dipenuhi lapak-lapak pedagang.
Seperti diungkapkan seorang warga yang enggan ditulis namanya, menurutnya, untuk berjaan di atas trotoar sudah tidak ada ruang, dan berjalan di pinggir jalan pun tidak bisa karena digunakan area parkir sepanjang jalan.
“Walau terkadang riskan, terpaksa saya berjalan hampir di tangah jalan. “ungkapnya.(9/1/19)
Masih menurutnya, mungkin sekarang bukan lagi saatnya untuk saling menyalahkan, karena dari dulu aturannya sudah jelas, tinggal sekarang semua menyadari serta melupakan ego pribadi.
Jika para pedagang tersebut mengatakan, berjualan merupakan hak setiap orang dalam usaha, tapi jangan lupa dalam hak tersebut pedagang juga sudah merampas hak yang lainnya, hak pejalan kaki untuk menikmati fasilitas berjalan.
“Saya tidak mau suu’dzon, jika sering terdengar dari lapak-lapak pedagang tersebut ada oknum yang diuntungkan, “ungkapnya lagi.
Ia menambahkan, mungkin tidak terlambat jika pemkot segera mengevaluasi kembali penataan kota, agar kesemerawutan ini tidak semakin parah.
“Mungkin pemkot bisa membuat regulasi khusus terkait penataan kota sekaligus untuk memfungsikan kembali trotoar. “pungkasnya. (ANWAR W)
Sudah menjadi pemandangan sehari-hari hampir di seluruh kota, trotoar tersebut memang sudah beralih fungsi sering dijadikan alternatif bagi pedagang kaki lima untuk berdagang.
Adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 45, definisi trotoar adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas. Pada pasal 131 diatur bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain, napaknya nampaknya tidak cukup untuk membuat para pedagang takut melanggar pemakaian trotoar. Sedangkan di PP 34 Tahun 2006, pelarangan penggunaan trotoar disebutkan juga dalam pasal 34 ayat (4) yang mengatakan, trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Hampir di sepanjang jalan depan mesjid Agung Kota Tasikmalaya hingga ke jalan H.Z. ustofa yang merupakan pusat perekonomian dan jantung kota, kini trotoar sudah kehilangan fungsi untuk para pejalan kaki, karena seluruhnya sudah dipenuhi lapak-lapak pedagang.
Seperti diungkapkan seorang warga yang enggan ditulis namanya, menurutnya, untuk berjaan di atas trotoar sudah tidak ada ruang, dan berjalan di pinggir jalan pun tidak bisa karena digunakan area parkir sepanjang jalan.
“Walau terkadang riskan, terpaksa saya berjalan hampir di tangah jalan. “ungkapnya.(9/1/19)
Masih menurutnya, mungkin sekarang bukan lagi saatnya untuk saling menyalahkan, karena dari dulu aturannya sudah jelas, tinggal sekarang semua menyadari serta melupakan ego pribadi.
Jika para pedagang tersebut mengatakan, berjualan merupakan hak setiap orang dalam usaha, tapi jangan lupa dalam hak tersebut pedagang juga sudah merampas hak yang lainnya, hak pejalan kaki untuk menikmati fasilitas berjalan.
“Saya tidak mau suu’dzon, jika sering terdengar dari lapak-lapak pedagang tersebut ada oknum yang diuntungkan, “ungkapnya lagi.
Ia menambahkan, mungkin tidak terlambat jika pemkot segera mengevaluasi kembali penataan kota, agar kesemerawutan ini tidak semakin parah.
“Mungkin pemkot bisa membuat regulasi khusus terkait penataan kota sekaligus untuk memfungsikan kembali trotoar. “pungkasnya. (ANWAR W)