IWAN YUDIAWAN: “BUPATI TIDAK BOLEH LAKUKAN ROTASI-MUTASI PEJABAT 6 BULAN SEBELUM TANGGAL PENETAPAN”
https://www.pangandarannews.com/2020/01/iwan-yudiawan-bupati-tidak-boleh.html
Ketua BAWALU Pangandaran, Iwan Yudiawan |
Seperti diungkapkan Ketua Bawaslu Pangandaran, Iwan Yudiawan, himabauan ini mengacu pada Undang-Undang 10 Tahun 2016 Pasal 71 ayat 2,3 dan 5 (2), Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Pada butir (3) disebutkan, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota juga dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Pada pasal 162 ayat (3), tentang waktu 6 bulan penggantian pejabat di kabupaten/kota, gubernur, bupati, atau walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan, kata Iwan, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
Sanksi pidana pada penggaran pasal 190 (sanksi pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3))
Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta.
Dikatakan Iwan, sementara pada PKPU NO.15 Tahun 2017 pasal 89, (1) bakal calon selaku petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan dalam negeri, (2) bakal calon selaku petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih, (3) dalam hal bakal calon selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), petahana yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Dan berdasarkan PKPU 16 Tahun 2019 perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati dan/atau walikota dan wakil walikota tahun 2020, penetapan pasangan calon jatuh pada 8 Juli 2020 sehingga pada tangal 8 Januari 2020 gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat, baik mutasi ataupun rotasi jabatan.
Iwan juga mengatakan, terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tertulis pada Undang0undang nomer10 tahun 2016 pasal 71 ayat (1), pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI dan kepala desa atau sebutan dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Pada Perbawaslu 6 tahun 2018 tentang pengawasan netralitas ASN, TNI/Polri pada pasal 4 ayat (2), juga dijelaskan, melarang kegiatan yang mengarah keberpihakan ASN, TNI/Polri, seperti mengadakan pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, dan pemberian barang.
Dan sanksi pidana pada pasal 188, disebutkan, setiap pejabat negara, pejabat ASN dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta.
“Hal diatas itu merupakan bagian dari bentuk pencegahan bawaslu, “terangnya.(4/1)
Iwan juga berharap, agar media bisa mensosialisasikan hal ini, sehingga masyarakat mengetahui dan mudah-mudahan ini juga dapat mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi.
Hal senada dikatakan Ketua Koordinator Vivisi Pengawasan Bawaslu Pangandaran, Gaga Abdillah Sihab, surat himbauan yang sudah dilayangkan Bawaslu merupakan langkah preventif karena dikhawatirkan akan ada penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Dan untuk selanjutnya, kata Gaga, pihaknya juga akan membuat posko aduan dan laporan untuk ASN atau pun masyarakat.
“Terkait surat himbauan yang sudah disampaikan, kami berharap bupati dapat memahami terkait ketentuan-ketentuan diatas. ”pungkasnya. (PNews)