Di Sekretariat PC NU, Bupati Pangadaran Jelaskan Isyu Negatif Pan Asia Hash Yang Berkembang Di Masyarakat
PANGANDARANNEWS.COM - Pasca penyelenggaraan Pan Asia Hash yang digelar beberapa hari lalu, ternyata menjadi perbincangan hangat di umat islam dan masyarakat Pangandaran.
Untuk memberikan pencerahan terkait isu tersebut pada umat islam, Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PC NU) Kabupaten pun menggelar rapat kordinasi (rakor) dengan langsung mengundang Pemkab Pangandaran, bertempat di kantor PC NU di Desa Cibenda Kecamatan Parigi (12/10)
Dengan didampingi Wakil Bupati H Ujang Endin INdrawan, Sekretariat Daerah H Kusdiana, Asisten Daerah I Parida dan Ketua MUI, di depan jajaran pengurus PC NU Pangandaran, Bupati Pangandaran H Jeje Wiradinata menyampaikan, dari mulai perencanaan hingga terselenggaranya kegiatan Pan Asia Hash yang kegiatnya dipusatkan di Villa Alur di pantai barat.(7-9/10)
Bupati menjelaskan, berawal dari perbicangan dengan komunitas Bandung Hash House Harriers (BHHH) yang menceritakan tentang Pan Asia Hash yang selalu sukses mendatangkan ribuan wisatawan ke negara penyelenggara sehingga selain bisa memperkenalkan sejumlah destinasi wisata juga mampu memberikan efek ekonomi positif pada masyarakat sekitar obyek wisata.
“Lalu pada tahun 2019 saya diajak ke Zhangjiajie China oleh pengusaha pariwisata yang ada di Pangandaran untuk menyaksikan langsung bagaimana kemeriahan Pan Asia Hash tersebut, “ungkap bupati.
Saat menyaksikan gelaran Pan Asia Hash Di Cina, bupati ditawari bagaimana jika di Pangandaran dijadikan tempat Kegiatan Pan Asia Hash untuk tahun selanjutnya (Pan Asia Hash diselenggarakan 2 tahun sekali-red).
Saat itu kata bupati ia menyanggupi tapi dengan beberapa sarat, diantaranya kegiatan Pan Asia Hash tidak boleh bersentuhan langsung dengan masyarakat umum, artinya tempat penyelenggaraanya harus terlokalisir pada satu titik dan jauh dari kegiatan warga. Sehingga saat kegiatan berlangsung baik siang atau pun malam hari tidak sembarang orang bisa masuk ke area kegiatan yang berlokasi di halaman Villa Alur, dan para peserta pun diharuskan menggunakan gelang dari panitia sebagai tanda peserta.
Bukan hanya itu, imbuh bupati, ijin Pan Asia Hash ini juga dikeluarkan dari Mabes Polri langsung, bukan dari Polda atau Polres.
“Karena masyarakat Kabupaten Pangandaran mayoritas muslim kepada penyelenggara saya pun memberikan sarat lainnya, yang intinya harus menjaga kerukunan kehidupan beragama di Pangandaran, “terang bupati.
Bupati menyesalkan ada berita yang tidak seimbang baik itu di media mainstream atau media sosial (medsos) yang terkesan kegiatan Pan Asia Hash di Pangandaran itu vulgar, pesta minuman keras dan lain-lain. Namun sayang tidak ada yang memberitakan dari sumber berita seperti pelaku usaha wisata, pelaku UMKM, para penarik bentor (beca motor), para pemandu dan lainya.
“Dan saya juga heran kenapa tidak ada yang konfirmasi ke saya, padahal kalau datang saya bisa menjelaskan sedetil-detilnya, “kata bupati.
Jika ada informasi saat kegiatan ada acara minum bir, menurut bupati, wajar saja karena para peserta Pan Asia Hash ini bukan muslim dan mungkin menurut agama mereka boleh.
Menurut bupati, ia juga mendapat informasi bahwa di Pan Asia Hash ada LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), mungkin itu karena ada beberapa peserta laki-laki saat mengikuti kegiatan Red Dress Run mengenakan pakaian dan dandanan wanita.
Bupati menambahkan, saat ia menyaksikan acara ini di China atau saat pergi ke tempat wisata yang ada di Malaysia, dan pada saat akan makan ia sempat dilarang oleh pramusaji karena makanan tersebut memang tidak diperuntukan muslim.
“Artinya mereka juga sangat menghormati kita sebagai orang muslim, “terang bupati.
Masih di tempat yang sama, Ketua LPNU Kabupaten Pangandaran Iwan Sofa menjelaskan, hasil penelusuran di lapangan selama kegiatan Pan Asia Hash berlangsung memang di laksanakan di tempat yang relatif jauh dari pemukiman masyarakat.
Dan saat Red Dress Run memang ada beberapa peserta pria yang menggunakan pakaian wanita, tapi setelah ditanya pada pemandu itu merupakan ekspresi dari beberapa wisatawan saja tapi mereka bukan LGBT.
Lebih jauh Iwan mengatakan, hukum di Indonesia ini adalah hukum yang mengakomodir seluruh kepentingan dan semua agama. Artinya hukum ini bukan atas hukum syariat islam, maka semua agama mempunyai ruang yang sama dalam bingkai hukum NKRI.
Dan ketika ada yang mengatakan Pan Asia Hash ini kenapa dilaksanakan tanggal 12 Robiulawal, ujar Iwan, momen tersebut adalah satu hal yang bersipat ritual agama islam dengan tanpa kemudian harus membatasi ruang agama lain.
“Artinya dalam pemahaman beragama dalam konteks NKRI ini harus bisa bertoleransi sehingga tidak terjadi gesekan diantara kita, “ucap Iwan.
Saat kegiatan Pan Asia Hash digelar selama 3 hari di Pangandaran, menurut Iwan, ia juga tidak melihat seperti apa yang ada di media sosial yang seolah kegiatan ini seperti penuh hal-hal negatip.
Selain tempatnya khusus, imbuh Iwan, usia para peserta pun dibatasi dan sudah melalui skrening harus berusia di atas 40 tahun.(hiek)