Karena Harus Cermat Dan Mendapat dukung Masyarakat, Bupati Pangandaran Hingga Saat Ini Belum Tandatangani Perda Pengendalian Miras
Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata |
PANGANDARANNEWS.COM - Dalam rapat kordinasi (rakor) Pemkab Pangandaran bertempat di aula setda yang dihadiri bupati, pimpinan dan anggota DPRD, Kapolres, MUI, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta sejumlah pejabat di lingkup pemkab, Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata menyampaikan, hingga saat ini ia mengaku belum menandatangani Peraturan Daerah (Perda) Tentang Pengaturan Pengendalain Minuman Keras (miras).
Karena menurut bupati perda ini harus dikaji dan mendapat persetujuan masyarakat, terlebih para tokoh agama. Padahal pembahasan dan penetapan perda ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2018, namun karena tidak ingin gegabah sehingga bupati pun belum membubuhkan tandatangannya.
Dikatakan bupati, dalam perda ini bukan tentang pelarangan adanya minuman keras, karena kalau sipatnya melarang ini akan bertentangan dengan aturan di atasnya yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomer 20 tahun 2014.
"Perda ini dibuat untuk mengatur atau pengendaliannya keberadaan miras, "ucap bupati.(21/11)
Perda ini harus benar-benar mendapat evaluasi serta kajian dari masyarakat karena perda ini tentu berkaitan erat dengan tatanan sosial serta nilai-nilai religi di tengah masyarakat.
"Jadi kalau salah tandatangan, ini sangat berat pertanggungjawaban saya pada umat, "imbuhnya.
Untuk saat ini, ucap bupati, keberadaan miras di Pangandaran ini dipastikan ilegal, karena regulasi yang mengatur tentang miras ini belum ada.
Bupati menambahkan, pada awalnya perda ini dibuat untuk pelarangan miras, namun jika pelarangan tentu tidak bisa karena akan bertentangan dengan Permendag, sehingga perda ini pun menjadi aturan daerah yang sipatnya mengatur serta mengendalikan keberadaan miras di Pangandaran. Dan menurut bupati ia harus cermat dan hati-hati, serta mendapat dukungan dari masyarakat.
"Saya berulang kali selalu mengatakan, bagaimana wisata bisa berjalan tapi tatanan umat terlindungi, "tegas bupati.
Hal senada disampaikan Ketua DPRD, Asep Noordin, sebenarnya walau perda ini hanya mengendalikan atau mengatur keberadaan miras, namun jika dicermati ini sama saja dengan pelarangan.
Salah satu contoh, kata Asep, lokasi penjualan miras harus berjarak 1000 meter (1 km) dari tempat ibadah, sekolah, tempat umum dan lainnya. Dan jika melihat pasal ini serta banyaknya tempat ibadah di Pangandaran, artinya hampir bisa dipastikan lokasi penjualan miras tidak akan mempunyai ruangan atau lokasi.
"Belum lagi di pasal lainnya bahwa pembeli miras ada batas usia, "kata Asep.
Menurut Asep, perda ini lahir dan dibuat setelah adanya audens masyarakat dan DPRD.
Dan seperti diketahui, dalam pembuatan aturan daerah (perda) bisa saja lahir dari aspirasi masyarakat, inisiatif DRPD atu inisiatif pemda. Namun untuk perda pengaturan dan pengendalian miras ini merupakan insiatif DPRD, setelah sebelumnya ada audens dengan sejumlah elemen masyarakat.
"Tapi kuncinya ada di pemprov, karena hingga saat ini Pemprov Jabar belum memberikan nomer register sehingga perda ini pun belum bisa diundangkan, "jelas Asep.
Asep juga menambahkan, aturan membolehkan jika sekarang perda ini dievaluasi kembali atau dikaji baik oleh masyarakat, pemerintah atau secara akademik.
"Jadi mari bersama-sama kita kaji kembali harus seperti apa perda ini, "ucapnya.
Sementara Kapolres Pangandaran, AKBP Hidayat mempertanyakan apakah perda ini mencontoh yang sudah ada di daerah lain atau bukan.
"Namun intinya jika perda ini diundangkan kami siap mengawalnya, "tegasnya.(hiek)