Perusahaan Dihimbau Membuat Strategi Agar PHK Bisa dihindari, Sistem Ekonomi Islam Solusi PHK Massal
Oleh : Tawati (Aktivis Muslimah Majalengka)
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), telah menyampaikan data karyawan yang terkena PHK di Indonesia sepanjang kuartal I 2023 terdapat sekitar 13.634. Korban PHK tercatat di Jawa Barat menempati jumlah terbanyak karyawan yang dipecat yaitu mencapai 5.603 orang.
Disusul Jawa Tengah dengan jumlah korban PHK 4.887 orang, Banten ada 2.342 orang. Data ini bisa jadi belum mencerminkan keseluruhan kasus PHK di Indonesia. Pasalnya, Kemnaker hanya mencatat PHK yang dilaporkan perusahaan melalui Sistem Informasi dan Aplikasi Pelayanan Ketenagakerjaan dan/atau Pengadilan Hubungan Industrial.
Seperti fenomena gunung es. Predikat Jabar sebagai juara investasi ternyata tidak berkorelasi positif dengan pembukaan lapangan kerja. Nasib PHK membayangi rakyat jelata. Sedangkan bagi Tenaga Kerja Asing (TKA), bebas melenggang di Indonesia. Kondisi ini dilegalkan dengan disahkannya UU Omnibus Law.
Terdapat aturan, perusahaan diberikan kemudahan untuk memakai TKA. Bahkan, mereka tidak perlu mengurus surat izin terbatas dan surat izin memakai TKA. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi TKA itu sendiri. Namun, perlindungan yang sama tidak diberikan ke rakyat jelata. Justru perusahaan dengan prinsip ekonomi kapitalisme bebas menggunakan atau tidaknya para pekerja. Pemerintah terkesan abai terhadap nasib rakyatnya.
Setelah badai PHK, pekerja yang kehilangan pekerjaan pastinya tidak lagi memiliki pemasukan. Mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi ditambah kondisi saat ini, harga-harga kebutuhan pokok yang merangkak naik, kesehatan dan pendidikan juga harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit sehingga dapat dipastikan masyarakat akan kelimpungan. Utamanya para suami sebagai pencari nafkah keluarga tidak lagi berfungsi.
Ini sebagai efek jika penguasa yang ada mendukung oligarki. Setiap kebijakan yang diambil hanya untuk memuluskan kepentingan mereka. Pemegang kebijakan tidak memperhatikan kebutuhan rakyat. Mereka pun tidak mampu melindungi pekerja dari PHK massal karena ketentuan sistem kapitalisme. Mereka hanya sebagai fasilitator yaitu penghubung antara pekerja dan pemberi kerja.
Sedangkan negara di dalam Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mencakup tentang perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun distribusi. Asas sistem ekonomi Islam berdiri di atas tiga pilar, pertama, cara harta diperoleh (menyangkut kepemilikan); kedua, terkait pengelolaan kepemilikan; dan ketiga, terkait distribusi kekayaan di tengah masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi.
Sistem ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok per individu rakyat, bukan per kapita sehingga negara betul-betul me-riayah (mengurusi) rakyatnya dengan sungguh-sungguh, tidak sekadar mencari untung untuk kepentingan segelintir orang atau swasta.
Sungguh, sistem ekonomi kapitalisme bertentangan dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan, bukan kesejahteraan rakyat. Permasalahan mendasar dan turunan dari sistem ekonomi kapitalisme begitu kompleks, terjadi kesenjangan ekonomi bahkan bisa berimbas pada naiknya angka kriminalitas dan permasalahan sosial lainnya. Oleh karenanya, sudah saatnya kita beralih pada sistem ekonomi Islam secara kafah.
Islam telah membagi kekayaan menjadi tiga bagian, kekayaan negara, kekayaan pribadi dan kekayaan umum. Negara membebaskan rakyat mengelola hartanya asalkan dengan cara yang halal. Untuk kekayaan negara diambil dari jizyah, fa’i, kharaj, ghanimah, harta tidak bertuan, dan lainnya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan negara. Adapun, kekayaan umum yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan sarana umum lainnya.
Dengan semua pemenuhan itu, maka rakyat tidak lagi perlu memikirkan bagaimana membiayai pendidikan dan kesehatan. Mereka bisa berkonsentrasi pada pemenuhan sandang, pangan, dan papan. Para suami akan fokus bekerja. Bagi para istri akan fokus mendidik generasi. Kendati demikian, jika masih ada yang hidup kekurangan, Islam menetapkan adanya zakat bagi yang mampu. Zakat itu dikelola negara untuk diberikan kepada delapan orang yang membutuhkan. Dengan demikian masyarakat akan terpenuhi kebutuhannya, bahkan mereka juga mendapat jaminan kerja dari negara.
Apabila hal itu bisa dilaksanakan secara sempurna, maka kemiskinan secara berangsur akan hilang. Masyarakat pun akan aman dari PHK massal. Wallahu a'lam bishshawab...